Saturday, September 21, 2019

MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH DASAR KELAS RENDAH




A. Model Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Kelas Rendah

Model pembelajaran memiliki andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat, sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Model pembelajaran Bahasa Indonesia di SD kelas rendah sebagi berikut.
1.       Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temanya, serta pengembangan ketrampilan sosial.
2.       Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Pembelajaran kontekstual melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi pelajaran sesuai dengan topik yang akan dipelajari. Dalam pembelajaran kontekstual, belajar bukan sekedar hanya mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses mengalami secara langsung. Melalui proses itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga


aspek afektif dan psikomotorik. Melalui pembelajaran ini diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannnya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (contructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment) (Majid, 2014: 160).

3.       Pembelajaran PAIKEM
Dalam perkembangannya, istilah PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) banyak dimodifikasi para akademisi maupun praktisi pendidikan dengan beragam nama. Beberapa diantaranya adalah PAIKEM (Pembelajaran, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan), PAILKEM: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik, PAIKEMI (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, Islami), dan PAIKEM GEMBROT (Pembelajaran, Aktif, Inovatif,  Kreatif,  Efektif, dan Menyenangkan Islami Gembira Berbobot). Pada dasarnya, semua istilah tersebut memiliki makna yang sama.
Pembelajaran aktif adalah pendekatan pembelajaran yang lebih banyak melibatkan aktivitas peserta didik. Peserta didik distimulasi untuk menhgikuti pembelajaran dengan antusias dan motivasi tinggi untuk membangun kerja sama.
Tujuannya adalah agar peserta didik mampu secara aktif memperoleh pengalaman belajar, mengembangkan kemampuan berfikit, menganalisis, menilai, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Guru sebaiknya menggunakan berbagai strategi yang aktif dan kontekstual, melibatkan pembelajaran bersama atau pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang mengakomodasi perbedaan gender, kemampuan, sikap, dan gaya belajar masing-masing pembelajar untuk memahami dan dapat menggunakan informasi yang diajarkan.
Pembelajaran inovatif merupakan proses pembelajaran yang mendorong guru dan peserta didik menciptakan, negkreasi, menginovasi pembelajaran yang teraselenggara. Guru dan peserta didik bersama-sama mengemas pembelajaran baru dan bermakna dengan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan keterampilan dan kecerdasan majemuk peserta didik. Guru mengarahkan agar peserta didik berinkuiri dan mengemas pembelajaran agar mampu mengembangkan peikiran tingkat tinggi.
Pembelajaran kreatif merupakan proses pembelajaran yang mengharuskan guru dapat memotivasi dan memunculkan kreativitas peserta didik selama berlangsung, dengan membuat sesuatu, menciptakan sesuatul, mengubah, mengkreasi sesuatu. Guru selayaknya mampu merancang model pembelajaran yang bercariasi, sebagai penunjang tumbuhnya kreativitas di kelas. Pembelajaran sebaiknya dapat difprmulasi untuk dapat membuast peserta didik menjadi kreatif.
Pembelajaran efektif adalah apabila tujuan pembelajaran telah dirumuskan berhasil guna diterapkan dalam pembelajaran.Pembelajaran efektif dapat tercapai jika mampu memberikan pengalaman baaru, membentuk kompetensi peserta didik dan menghantqarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Guru harus mampu merancang dan mengelola pembelajaran dengan metode atau model yang tepat.
Pembelajaran yang menyenangkan artinya pembelajaran yang dapat menciptakan suasana yang menggembiakan, sehingga tercipta suasana yang kondusif. Pembelajaran yang menyenangkan merupakan suatu proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat sebuah kebersamaan yang kuat antara pendidik dan peserta didik, tanpa ada perasaan terpaksa atau tertekan, guru menciptakan suasana yang demokratis.


B. Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD Kelas Rendah
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD harus terdapat empat aspek yang harus di ajarkan, keempat aspek tersebut adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Untuk itu agar penyampaiannya dapat berjalan dengan baik maka dapat menggunakan beberapa metode pembelajaran yang sesuai dengan empat aspek tersebut antara lain adalah:
1.       Aspek Menyimak
Adapun beberapa teknik menyimak yang dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar, di antaranya adalah sebagai berikut.

a.       Teknik Ulang-Ucap (Menirukan)
Teknik ini biasa digunakan guru pada siswa yang belajar bahasa permulaan, baik belajar bahasa ibu maupun bahasa asing. Teknik ini digunakan untuk memperkenalkan bunyi bahasa dengan dengan pengucapan atau lafal yang tepat dan jelas oleh guru.
Dengan teknik ini, pertama-tama guru mengucapkan kata-kata yang sederhana, seperti “mata”, misalnya, kemudian guru memperjelas kata tersebut dengan cara mendemonstrasikannya; guru menggunakan jari tangannya untuk menunjuk salah satu bagian wajahnya, yaitu mata. Langkah kedua, guru mengucapkan kata “mata” dengan jelas dan keras, siswa diminta menyimaknya dengan baik, kemudian menirukan apa yang diucapkan guru. Langkah ketiga, guru memberikan latihan ekstensif dengan mengulang kata-kata yang sudah dikenalkan, kemudian menambah kosa kata serta mengenalkan struktur kalimat kepada siswa sampai siswa dapat mengucapkan kata-kata dengan tepat, dan akhirnya menggunakan kata itu dalam struktur yang sederhana.

b.      Teknik Informasi Beranting
Guru memberi informasi kepada salah seorang siswa kemudian informasi tersebut disampaikan kepada siswa di dekatnya; begitu seterusnya, informasi disampaikan secara beranting. Siswa yang menerima informasi terakhir, mengucapkan keras-keras informasi tersebut di hadapan teman-temannya. Dengan demikian, kita tahu apakah informasi itu tetap sama dengan sumber pertama atau tidak. Jika tetap sama, berarti daya simak siswa sudah cukup baik, akan tetapi, bila informasi pertama berubah setelah beranting, ini berarti daya simak siswa masih kurang.
Contoh:
Informasi: Andi membeli mie bersama Rani tadi pagi.


c.       Teknik Satu Mulut Satu Kelas
Guru membacakan sebuah wacana yang dapat berupa artikel atau cerita di hadapan siswa, dan siswa diminta menyimak baik-baik. Sebelum siswa menyimak, guru memberi penjelasan tentang apa-apa yang pernah disimak. Setelah guru selesai membacakan, guru dapat meminta siswa, misalnya:
1)      menceritakan kembali isi materi yang disimaknya;
2)      menyebutkan urutan ide pokok dari apa yang disimak;
3)      menyebutkan tokoh atau pelaku cerita dari apa yang disimaknya;
4)      menemukan makna yang tersurat dari apa yang disimaknya;
5)      menemukan makna yang tersirat dari apa yang disimaknya;
6)      menemukan ciri-ciri atau gaya bahasa yang digunakan dalam wacana yang dibacakan;
7)      menilai isi dari apa yang disimaknya.
Pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan guru kepada siswa tentu saja harus disesuaikan dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Dalam penggunaan teknik ini, guru dituntut untuk dapat membaca dengan baik sesuai dengan jenis wacana yang dibacanya. Oleh karena itu, guru perlu menyiapkan benar-benar bahan bacaan dan cara membacanya, jangan sampai siswa mengalami kesulitan memahami isi yang disimaknya hanya karena pembacaan yang kurang siap.

d.      Teknik Satu Rekaman Satu Kelas
Guru terlebih dahulu menyiapkan rekaman melalui kaset (tape recorder), CD, ataupun laptop yang berisi ceramah, pembacaan puisi, pidato, cerita/dongeng, drama, dan sebagainya. Kemudian guru memberi petunjuk-petunjuk sebelum kaset di putar tentang hal-hal yang perlu disimak. Setelah itu guru memutar rekaman yang telah disiapkan sebelumnya (dongeng, misalnya). Siswa diminta menyimak baik-baik. Rekaman dapat diputar ulang bila siswa belum dapat mengikuti tentang apa yang diputar. Kemudian siswa diberikan tugas menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk menguji pemahamannya terhadap rekaman yang disimaknya, seperti:
1)      Siapa yang menjadi tokoh dalam dongeng tersebut?
2)      Bagaimana watak dari tokoh tersebut?
3)      Sebutkan amanat yang terdapat dalam dongeng tersebut!

e.       Teknik Parafrase
Dalam penggunaan teknik ini, guru terlebih dahulu menyiapkan sebuah puisi untuk disimak oleh siswa. Setelah itu, guru membacakan puisi yang telah disiapkan dengan jelas. Kemudian setelah siswa selesai menyimak, siswa secara bergiliran disuruh menceritakan kembali isi puisi yang telah disimaknya dengan kata-kata sendiri. Dalam menerapkan teknik ini, guru harus menyesuaikan dengan perkembangan kebahasaan siswa, agar dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai tujuan.

2.       Aspek Berbicara
Adapun beberapa teknik berbicara yang dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar, di antaranya adalah sebagai berikut.
a.         Kim Lihat
Permainan ini melatih keterampilan berbicara dan menyimak. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1)       Siapkan benda-benda seperti sayuran, buah-buahan, alat tulis dan sebagainya dalam kotak tertutup dan disimpan di belakang.
2)       Siswa dibentuk kelompok. Salah satu anggota kelompok kedepan dan melihat gambar/benda nyata tanpa bisa dilihat anggota lainnya.
3)       Ia wajib menjelaskan sejelas-jelasnya tentang benda tersebut, baik kegunaannya, ciri-cirinya, rasa, warna atau apapun tentang benda itu tanpa mengatakan nama bendanya.
4)       Anggota kelompok lainnya dengan cepat mengambil benda tersebut. Kelompok yang mengumpulkan dengan benar dan cepat adalah pemenangnya. 
                                            
b.      Bertanya dan Menerka
Permainan ini melatih keterampilan berbicara dan ber fikir analisis. Langkah-langkahnya meliputi:
1)       Para siswa dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok penanya satunya menjadi kelompok penjawab.
2)       Kelompok penjawab harus menyembunyikan satu benda yang akan diterka oleh kelompok penanya tanpa memberitahukan sedikitpun petunjuk.
3)       Setiap anggota kelompok penanya diberi satu kali kesempatan untuk bertanya. Kelompok penjawab hanya boleh menjawab dengan kata “ya” atau “tidak”.
4)       Setelah seluruh anggota kelompok bertanya, maka kelompok harus berunding untuk menjawab benda apa yang disembunyikan tersebut. Bila dapat diterka, maka kelompok penanya mendapatkan nilai. 

c.       Bermain Telepon
Langkah-langkahnya meliputi:
1)      Siswa secara berpasangan harus mempersiapkan alat untuk menelepon.
2)      Siswa harus menelepon temannya dan menanyakan kabar, pelajaran untuk besok, buku pelajaran yang harus dibawa dan sebagainya. Biarkan siswa mengembangkan percakapannya sendiri, kecuali kalau terhenti maka guru memberikan pancingan berupa pertanyaan kepada siswa.
3)      Guru memperhatikan cara mengungkapkan gagasan, kalau perlu cara pelafalan yang benar. 
d.      Permainan Teka-teki (Riddles)
Permainan teka-teki merupakan salah satu permainan untuk aspek berbicara, dan tergolong kedalam permainan menerka. Dalam permainan ini murid diajak bermain teka-teki, dalam rangka berlatih berani berbicara. Pada tahap awal sebaiknya guru yang memberikan sebuah teka-teki, dan murid-murid menerkanya. Setelah itu baru diberikan kesempatan kepada murid untuk saling berteka-teki, sedangkan guru sebagai pengawas dan pembimbing mereka. Namun perlu diingat dalam permainan ini usahakan teka-teki yang ditampilkan itu adalah teka-teki pilihan. Maksudnya teka-teki yang sesuai dengan tingkat kemampuan/kecerdasan murid serta memenuhi tata kesopanan. Pelaksanaan permainan teka-teki ini dalam proses pembelajaran bertujuan agar murid berlatih untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut meliputi:
1)       Berani berbicara untuk mengemukakan pendapat di depan forum
2)       Mampu menyusun kata-kata menjadi kalimat yang baik secara lisan
3)       Mengurangi ketegangan-ketegangan selama belajar.
Untuk kelancaran permainan ini, maka sebaiknya guru mempersiapkan sejumlah teka-teki untuk persediaan, agar dalam permainan nanti murid kehabisan atau kekurangan teka-teki.  Permainan ini dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a)        Pertama, guru menjelaskan bentuk dan cara bermain dalam permainan ini, serta menjelaskan pula tujuan yang ingin dicapai dengan permainan ini.
b)        Kedua, kelas dibagi atas beberapa kelompok, dan menentukan lawan masing-masing kelompok (misalnya, kelompok I dengan kelompok II dan sebagainya),
c)        Ketiga, guru memulai permainan dengan menampilkan sebuah teka-teki untuk semua kelompok, contoh guru berkata, “Aku adalah sebuah bilangan dan aku seperti jumlah butir pancasila”. Siapakah aku?
d)       Keempat, jika semua kelompok belum bisa menerka, maka dapat ditambahkan lagi arahan oleh guru, misalnya, “Pada tahun 1950 aku muncul pada urutan kedua dari urutan terakhir”.
e)        Kelima, kalau ada kelompok yang dapat menerka, maka kelompok itu diberi nilai 10.
f)         Keenam, setelah seluruh kelompok memahami cara seperti yang dilakukan guru, maka guru memanggil dua-dua kelompok kedepan kelas. Misalnya, tahap I kelompok I dengan kelompok II. Maka kelompok I mulai menjual sebuah teka-teki pada kelompok II, seperti yang dilakukan oleh guru tadi. Kalau kelompok II dapat menerka, mereka dapat nilai 10, dan giliran berikutnya yang menjual teka-teki adalah kelompok II. Tetapi kalau kelompok II ini tidak dapat menerka, maka kelompok I meneruskan menjual teka-teki mereka yang kedua dan nilai 5 untuk kelompok I karena kelompok lawan dapat menerka teka-teki mereka.
g)        Ketujuh, permainan ini dilanjutkan tahap-tahap berikutnya, secara bergantian dua-dua kelompok terus kedepan kelas (mungkin satu tahap hanya 3 – 5 teka-teki).
h)        Kedelapan, permainan ini diakhiri oleh guru dengan mengumumkan kelompok yang menang, yakni yang telah mengumpulkan nilai tertinggi dari seluruh kelompok.
i)          Kesembilan, sebagai hadiah guru memberikan kesempatan kepada kelompok yang menang untuk menghukum kelompok yang paling rendah nilainya. Hukuman yang diberikan ini pun, hendaknya telah disepakati pada awal pembelajaran, yaitu hukuman yang tidak meyakitkan fisik, tetapi hukuman seperti bernyanyi, membaca puisi, atau bentuk-bentuk lain yang bersifat mendidik dan menyenangkan.

e.       Time Token
Model ini efektif untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa secara perorangan. Guru sebagai motifator harus mempunyai energy yang mampu memotivasi siswa mengungkapkan pendapat, saran dantanggapan secara aktif, dinamis dan dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-Langkahnya:
1)      Guru membuka pelajaran dengan apersepsi
2)      Guru menginformasikan tujuan/kompetensi  pembelajaran.
3)      Siswa masing-masing diberi 3 kartu bicara (lamanya bicara dan banyaknya kartu bicara bisa disesuaikan).
4)      Siswa diberi stimulasi berupa cerita yang berisi masalah.
5)      Setiap siswa secara bergantian memberi pendapat secara lisan berupa persetujuan, sanggahan, dan penolakan disertai dengan alasan. Siswa yang telah bicara diambil kartunya ditukar dengan nilai.
6)      Siswa dan guru bersama-sama menyimpulkan pembelajaran.

3.       Aspek Membaca
Metode yang bisa diterapkan dalam aspek membaca ini adalah:
a.          Metode Abjad (Alphabet)
Langkah-langkah:
1)       Mengenalkan huruf (abjad) kepada siswa secara alphabetis. Yaitu dari A-Z.
2)       Selanjutnya, menulis huruf tersebut di papan tulis, masing-masing huruf juga ditulis dalam sebuah kartu atau kertas ( satu huruf satu kartu atau kertas)
3)       Setelah itu contohkan kepada siswa cara membaca huruf-huruf dipapan tulis.
4)       Biarkan semua siswa untuk menirukan membacakan huruf (abjad), mula-mula bersifat klasikal (seluruh kelas), kemudian dipecah-pecah menjadi setengah kelas, seperempat kelas, per dua bangku dan akhirnya perorangan.
5)       Selanjutnya, siswa diminta untuk mengambil huruf-huruf tertentu dari kartu-kartu huruf yang tersedia.
6)       Selanjutnya, kegiatan ini dapat ditingkatkan dengan membentuk kata pilih yaitu beberapa konsonan dan vocal, yang apabila digabungkan bisa menjadi kata yang bermakna, misalnya “m a m a”. tempel atau tulis huruf m-a-m-a dipapan tulis. Kemudian tunjukanlah kepada siswa bahwa kata itu dibaca mama.
7)       Tanyakan kepada siswa kata mama terdiri dari huruf apa saja, dan arahkan siswa agar dapat menyimpilkan sendiri bahwa apabila huruf “m” digabung dengan huruf “a”, dibaca “ma”. Bisa juga memberikan contoh yang lain, misalnya: papa, nana, tata.
8)       Selanjutnya menggabung-gabungkan konsonan dengan vocal, sehingga seluruh vocal (a, e, I, o, u) bisa digunakan.
9)       Setelah siswa bisa membaca gabungan dua huruf konsonan-vokal, susunan bisa diganti menjadi vokal-konsonan. Misalnya: am, an, as, dan lain-lain. Setelah ini baru bisa dilanjutkan dengan tiga huruf (konsonan-vokal-konsonan). Misalnya: man, dan, bas, dan lain-lain.

b.       Metode Eja (Spelling Method)
Pengertian metode eja adalah belajar membaca yang dimulai dari mengeja huruf demi huruf. Pendekatan yang dipakai dalam metode eja adalah pendekatan harfiah. Siswa mulai diperkenalkan dengan lambang-lambang huruf. Pembelajaran metode Eja terdiri dari pengenalan huruf atau abjad A sampai dengan Z dan pengenalan bunyi huruf atau fonem. Langkah-langkah:
1)       Pembelajaran dengan metode eja memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihapalkan dan dilafalkan murid sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Sebagai contoh A a, B b, C c, D d, E e, F f, dan seterusnya. Dilafalkan sebagai a, be, ce, de, e, ef, dan seterusnya.
2)       Kegiatan ini diikuti dengan latihan menulis lambang tulisan, seperti a, b, c, d, dan seterusnya atau dengan huruf rangkai, a, b, c, d, dan seterusnya. Setelah melalui tahapan ini, para murid diajarkan untuk perkenalan dengan suku kata dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya.
Misalnya :
b, a → ba (dibaca be. a → ba )
d, u → du ( dibaca de, u → du )
ba-du dilafalkan Badu
3)       Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-kalimat sederhana. Contoh perangkaian huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat.

c.        Metode Suku Kata (Syllabic Method)
1)       Proses pembelajaran dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bu, ca, ci, cu, ce, cu, da, di ,du, de, du, ka, ki, ku, ke, ku dan seterusnya.
2)       Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkai menjadi kata bermakna. Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi, guru dapat membuat berbagai variasi paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna, untuk bahan ajar MMP. Kata-kata tadi misalnya :
ba – bi                                cu – ci                    da – da ka – ki
ba – bu                         ca – ci                         du – da                  ku – ku
bi – bi                 ci – ca                    da – du                  ka – ku
ba – ca                               ka – ca                   du – ka                  ku – da

3)       Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana.
4)       Proses perangkaian suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat sederhana, kemudian ditindak lanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk tersebut menjadi satuan bahasa terkecil dibawahnya, yakni dari kalimat kedalam kata dan kata kedalam suku-suku kata.

d.         Metode Kalimat/Global (Syntaxis Method)
Depdiknas (2000:6) mendefinisikan bahwa metode global adalah cara belajar membaca kalimat secara utuh. Metode global ini didasarkan pada pendekatan kalimat. Caranya ialah guru mengajarkan membaca dan menulis dengan menampilkan kalimat di bawah gambar. Metode global dapat juga diterapkan dengan kalimat tanpa bantuan gambar. Selanjutnya, siswa menguraikan kalimat menjadi kata, menguraikan kata menjadi suku kata, dan menguraikan suku kata menjadi huruf.
Langkah-langkah penerapan metode global adalah sebagai berikut.
1)         Memperkenalkan gambar dan kalimat.
2)         Siswa membaca kalimat dengan bantuan gambar. Jika sudah lancar, siswa membaca tanpa bantuan gambar, misalnya: Ini Nani
3)         Menguraikan kalimat dengan kata-kata: /ini/ /Nani/
4)         Menguraikan kata-kata menjadi suku kata: i – ni - na – ni
5)         Menguraikan suku kata menjadi huruf-huruf, misalnya: i-n-i - n-a-n-i


e.        Metode SAS (Structural, Analytic, Syntatic)
Metode SAS merupakan singkatan dari “Struktural Analitik Sintetik”. Metode SAS merupakan salah satu jenis metode yang biasa digunakan untuk proses pembelajaran membaca permulaanbagi siswa pemula. Dalam proses operasionalnya metode SAS mempunyai langkah-langkah berlandaskan operasional dengan urutan :
1)       Struktural menampilkan keseluruhan, guru menampilkan sebuah kalimat pada anak
2)       Analitik melakukan proses penguraian: anak diajak untuk megenal konsep kata dan mulai menganalisis kalimat menjadi kata, kata menjadi suku kata dan suku kata menjadi huruf.
3)       Sintetik melakukan penggabungan kembali kepada bentuk struktural semula, setelah kalimat diuraikan dari huruf dirangkai menjadi suku kata, suku kata menjadi kata dan kata menjadi kalimat semula.
Proses penguraian atau pengalisisan dalam pembelajaran dengan metode SAS adalah kalimat menjadi kata-kata, kata menjadi suku-suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf

f.        Reading Aloud (Metode Membaca dengan Keras)
Membaca suatu teks dengan keras dapat membantu peserta didik memfokuskan perhatian secara mental, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, dan merangsang diskusi. Strategi tersebut mempunyai efek pada memusatkan perhatian dan membuat suatu kelompok yang kohesif. Prosedur:
1)       Guru memilih sebuah teks yang cukup menarik untuk dibaca dengan keras, misalnya tentang manasik haji. Guru hendaknya membatasi dengan suatu pilihan teks yang kurang dari 500 kata.
2)       Guru menjelaskan teks itu pada peserta didik secara singkat. Guru memperjelas poin-poin kunci atau masalah-masalah pokok yang dapat diangkat.
3)       Guru membagi bacaan teks itu dengan alinea-alinea atau beberapa cara lainnya. Guru menyuruh suka relawan-suka relawan untuk membaca keras bagian-bagian yang berbeda.
4)       Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru menghentikan di beberapa tempat untuk menekankan poin-poin tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan, atau memberikan contoh-contoh.
5)       Guru dapat membuat diskusi-diskusi singkat jika para peserta didik menunjukkan minat dalam bagian tertentu. Kemudian guru melanjutkan dengan menguji apa yang ada dalam teks tersebut.
6)       Guru melakukan kesimpulan, klarifikasi, dan tindak lanjut.
Model pembelajaran menulis kemampuan menulis berkorelasi dengan kemampuan membaca. Adapun beberapa teknik menulis yang dapat digunakan guru dalam proses belajar mengajar di Sekolah Dasar, di antaranya adalah sebagai berikut.
a.       Model Brainstorming
Langkah-Langkah pembelajaran adalah:
1)       Siswa dibentuk dalam beberapa kelompok yang heterogen.
2)       Masing-masing kelompok berdiskusi menentukan topik tulisan dapat didasarkan    tema sentral yang diberikan guru atau memilih tema yang guru berikan.
3)       Setelah menemukan terra tulisan dalam kelompoknya, mereka brainstorming untuk nenentukan topik tulisan per siswa (individu).
4)       Brainstorming terus dilakukan dalam tahap prapenulisan, khususnya dalam hal penggalian dan pengumpulan bahan tulisan.
5)       Para siswa diberi kesempatan untuk menulis secara mandiri (sendiri-sendiri).
6)       Setelah usai, mereka dikelompokkan lagi dalam kelompok semula dan dilakukan tahap pasca menulis (editing dan revising). Para siswa melakukan brainstorming dalam mencermati tulisan teman lainnya.
7)       Para siswa memperbaiki tulisannya kembali.
8)       Tiap kelompok menyajikan beberapa atau satu tulisan yang dianggap paling baik di kelompoknya (dipilih oleh kelompok siswa yang hersangkutan) secara lisan.
9)       Guru dan siswa lain merefleksi (menanggapi dan evaluasi) tulisan ternan yang disajikan.
10)   Tulisan dikumpulkan dan dievaluasi oleh guru.

b.       Model Roundtable
Model ini dikembangakan dengan dasar pendekatan kooperatif dan kontekstual. Tulisan yang paling tepat untuk jenis ini adalah tulisan kreatif (cerpen, puisi, drama) dan beberapa tulisan faktual (narasi, deskripsi, dan lainnya). Model ini mengedepankan suatu kerjasama dalam kelompok untuk membuat tulisan bersama. Akan sangat baik jika hal ini pun dikompetisikan dalam kelas tersebut. Berikut langkah menulis dengan model Roundtable, yaitu:
1)       Guru memberi pengarahan model prosedural roundtable dan pengantar kompetensi yang diarah dalarn pembelajaran.
2)       Siswa dikelompokkan dalam beberapa kelompok dengan jumlah anggota seimbang (4-5 orang).
3)       Siswa dan guru menentukan topik dan tujuan (genre) suatu tulisan bersama-sama.
4)       Jika sudah ditentukan sebuah topik untuk semua siswa maka tiap kelompok bersiap menulis secara serentak. Tiap siswva menulis di lembarnya masing-masing dengan batasan tertentu yang disepakati bersama (jumlah kalimat tertentu atau kurun waktu tertentu yang difasilitatori oleh guru). Aba-aba mulai dan berhenti dikendalikan oleh guru.
5)       Jika dinyatakan berhenti maka kegiatan menulis berhenti. Lalau guru memerintahkan putar/geser. Artinya, lembar tulisan tiap siswa digeserkan ke siswa di sebelahnya (dalam kelompok). Ketika guru menyuarakan mulai maka mereka harus melanjutkan tulisan temannya. Demikian sampai kertas kerja kembali pada pemiliknya lagi.
6)       Tiap siswa mencermati hasil tulisan yang ada.
7)       Tiap kelompok menilai tulisan dalam kelornpoknya dan buat urutan tulisan dari yang terbaik sampai yang kurang baik.
8)       Semua tulisan siswa dipajang di papan tulis sesuai groupnya.
9)       Semua siswa saling melihat dan membaca tulisan teman sekelasnya.
10)   Guru dan siswa merefleksi hasil penulisan.

c.        Model Brown
Model ini didasari oleh pemahaman bahwa media pembelajaran merupakan suatu bagian yang sangat berpengaruh terhadap keefektifan pembelajaran. Apalagi media dan alat bantu belajar kian lama kian variatif dan interaktif.  Media yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis dapat berupa media visual, audio, project motion, dll. Di antaranya adalah garnbar, peta, bagan, grafik. foto, poster, iklan, perangko, video, OHP, dsb. Berikut akan dipaparan langkah pembelajaran menulis dengan media puzzle gambar berseri. Prosedurnya:
1)       Guru menyiapkan puzzle gambar berseri tentang suatu masalah.
2)       Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan mengemukakan kompetensi yang hendak di capai siswa.
3)       Guru membagikan puzzle gambar yang sama kepada semua kelompok.
4)       Tiap kelompok diharapkan mengurutkan puzzle gambar berseri sesuai logika dan argumennya masing-masing.
5)       Tiap kelompok menyajikan hasilnya.
6)       Dilakukan diskusi atas kerja siswa beserta alasan. Guru sekalian menyampaikan materi yang relevan.
7)       Lalu tiap siswa dalam kelompok ditugasi membuat tulisan berdasar susunan gambar di kelompoknya dengan pengembangan imajinasi mereka masing-masing.
8)       Tulisan disunting dalam kelompok secara bergantian dan diperbaiki.
9)       Dilakukan refleksi atas pembelajaran yang telah dilakukan.
10)   Produk tulisan dikumpulkan untuk dievaluasi oleh guru.

d.       Model Example Non Example
Example Nonexample yaitu model pembelajaran yang mempersiapkan dan menggunakan gambar atau diagram maupun tabel yang telah disesuaikan dengan materi bahan ajar dan kompetensi dasar, penyajian gambar dapat ditempel   atau ditampilkan menggunakan LCD atau OHP. Langkah – Langkahnya adalah:
1)       Guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2)       Guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP.
3)       Guru memberikan petunjuk dan memberi kesempatan pada siswa untuk memperhatikan/menganalisis gambar.
4)       Melalui diskusi kelompok 2-3 orang siswa, hasil diskusi dari analisis gambar tersebut dicatat pada kertas.
5)       Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya.
6)       Mulai dari komentar / hasil diskusi siswa, guru mulai menjelaskan materi yang sesuai tujuan yang ingin dicapai.
7)       Kesimpulan.

e.        Model Go To Your Post (Bergerak ke Arah yang Dipilih)
Model ini memotifasi siswa untuk mengembangkan keterampilan menulis berdasarkan pilihan topiknya. Langkah-Langkah:
1)      Guru membuka pelajaran dengan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran
2)      Guru menempel kertas warna yang berisi topik tentang ilmu pengetahuan populer pada dinding kelas
3)      Siswa bergerak dan berdiri ke arah topik yang dipilihnya
4)      Setelah siswa berkelompok sesuai dengan topik yang dipilih  siswa berdiskusi tentang hal yang akan dikembangkan menjadi tulisan sesuai dengan topik
5)      Siswa kembali duduk secara berkelompok untuk membuat kerangka tulisan dan mengembangkan menjadi sebuah wacana
6)      Siswa menulis hasil karyanya dan menempelkan pada diding kelas
7)      Guru menilai hasil karya siswa dan memberikan penghargaan bagi karya yang baik
8)      Guru dan siswa merefleksi pembelajaran.
f.       Model Melengkapi Paragraf.
Model ini bertujuan memotivasi siswa untuk menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan dengan melengkapi paragraf yang sudah tersedia dengan kalimat-kalimat yang tepat. Langkah-Langkah
1)      Guru membuka pelajaran dengan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran
2)      Siswa dibagi kelompok dan memberikan nama kelompoknya masing-masing
3)      Setiap kelompok diberikan teks paragraf yang berbeda untuk didiskusikan dan mengisi paragraf yang rumpang
4)      Setiap kelompok menulis hasil kerjanya pada flipchart atau kalender bekas dan memasang hasil karya tersebut  pada dinding kelas
5)      Setiap kelompok mempresentasikan hasil karyanya
6)      Guru dan siswa mengoreksi hasil kerja kelompok dan menilai
7)      Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran.


DAFTAR PUSTAKA 

Hamruni. 2009. Strategi dan Model-model Pembelajaran Aktif-Menyenangkan. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga
Komalasari, Kokom. 2014. Pembelajaran Kontekstual, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.
Uno, Hamzah B. dan Nurdin Mohamad. (2012). Belajar Dengan Pendekatan PAILKEM:
Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik. Jakarta: Bumi  Aksara.